BAB 14
A. Pengertian
Pengertian sengketa
dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik
berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok,
atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Tujuan memperkarakan
suatu sengketa:
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive).
1. adalah untuk menyelesaikan masalah yang konkret dan memuaskan,
2. dan pemecahannya harus cepat (quickly), wajar (fairly) dan murah (inexpensive).
B. Cara-Cara
Penyelesaian
1. Negosiasi
dan ADR
Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak.
Negosiasi adalah sarana paling banyak digunakan. Sarana ini telah dipandang sebagai sarana yang paling efektif. Lebih dari 80% (delapan puluh persen) sengketa di bidang bisnis tercapai penyelesaiannya melalui cara ini. Penyelesaiannya tidak win-lose tetapi win-win. Karena itu pula cara penyelesaian melalui cara ini memang dipandang yang memuaskan para pihak.
2. Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase sudah semakin populer di kalangan pengusaha. Kontrak-kontrak komersial sudah cukup banyak mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak mereka. Dewasa ini Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), sudah semakin populer. Badan-badan penyelesaian sengketa sejenis telah pula lahir. Di antaranya adalah Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), badan penyelesaian sengketa bisnis, dll.
3. Pengadilan
Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. 4 Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.
Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. 4 Pengusaha atau para pelaku ekonomi dan bisnis, terlebih masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya meljhat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.
4. Mediasi
Mediasi adalah upaya penye dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
Mediasi adalah upaya penye dengan melibatkan pihak ketiga yang netral, yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi) yang diterima oleh kedua belah pihak.
C. Perbandingan
antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi
1. Perundingan :
Perundingan merupakan tindakan atau proses menawar untuk meraih tujuan atau
kesepakatan yang bisa diterima.
2. Arbitrase : Kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan
3. Ligitasi : Litigasi adalah proses dimana seorang individu atau badan membawa sengketa, kasus ke pengadilan atau pengaduan dan penyelesaian tuntutan atau penggantian atas kerusakan.
Jadi perbandingan
diantara ketiganya ini merupakan tahapan dari suatu penyelesaian pertikaian.
Tahap pertama terlebih dahulu melakukan perundingan diantara kedua belah pihak
yang bertikai, kedua ialah ke jalan Arbitrase ini di gunakan jika kedua belah
pihak tidak bisa menyelesaikan pertikaian yang ada oleh sebab itu memerlukan
pihak ketiga. Ketiga ialah tahap yang sudah tidak bisa diselesaikan dengan
menggunakan pihak ketiga oleh sebab ini mereka mebutuhkan hukum atau pengadilan
untuk menyelesaikan pertikaian yang ada.
Pada dasarnya
keberadaan cara penyelesaian sengketa setua keberadaan manusia itu sendiri.
Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang diberikan oleh Tuhan kepada
manusia, membawa manusia itu ke dalam bermacam-macam konflik, baik dengan
manusia lain, alam lingkungannya, bahkan dengan dirinya sendiri. Namun, karena
kodrat manusia juga,maka manusia selalu berusaha mencari cara penyelesaian
konflik dalam rangka untuk selalu mencapai posisi keseimbangan dan agar tetap
dapat berusaha hidup. Sejarah menunjukkan bahwa peradaban manusia berkembang
sesuai dengan alam lingkungannya, kebutuhannya, serta nilai-nilai baru yang
berkembang kemudian. Demikian pula konflik dan cara-cara penyelesaiannya pun
berkembang sejajar dengan perkembangan peradaban manusia itu sendiri. Pada saat
posisi individualitas manusia masih tenggelam dalam kepentingan kelompok,
konflik individu, baik ia dengan individu dalam kelompok yang sama maupun
antara ia dengan individu lain dari kelompok yang berbeda, akan ditransformasi
manjadi konflik kelompok dan penyelesaiannya pun menjadi penyelesaian kelompok.
Peradaban manusia yang berkembang semakin komplek membawa serta perubahan
posisi manusia dari ketertenggelamannya dalam kepentingan kelompok menjadi
individu-individu yang mandiri, yang memiliki kepentingan-kepentingan yang
tidak dapat begitu saja ia korbankan pada kepentingan kelompok, maka konflik,
cara penyelesaiannya, serta nilai yang ingin dicapai dengan penyelesaian itu
pun ikut mengalami perkembangan.
Pada saat
kepentingan manusia masih bertumpu pada kekuasaan atau kekuatan fisik, nilai
yang ingin dicapai dengan penyelesaian itu menang atau kalah, jaya atau hancur,
tanpa kompromi. Setelah kekuasaan atau kekuatan fisik itu mulai
ditransformasiakan ka dalam hukum, nilai menang atau kalah masih kuat melekat
pada tujuan menyelesaikan konflik tersebut, meskipun cara penyelesaiannya tidak
lagi mengandalkan pada kekuatan atau kekuasaan fisik, tetapi dengan mengadu
pembuktian di depan hukum. Ekses perkembangan hukum yang semakin memberikan
perlindungan atas hak-hak yang dimiliki oleh seseorang dari perbuatan
orang lain yang merugikannya, tata pergaulan dunia baru pasca Perang Dunia 11,
semakin langkanya sumber daya alam, pandangan sustainable business
relationship, telah memberikan sumbangan bagi munculnya cara-cara
penyelesaian sengketa yang tidak melulu bertumpu pada nilai-nilai menang atau
kalah, jaya atau hancur sama sekali.
Penyelesain sengketa
dapat dilakukan melalui 2 (dua) proses. Proses penyelesaian sengketa tertua
melalui proses litigasi di dalam pengadilan, kemudian berkembang proses
penyelesaian sengketa melalui kerja sama (kooperatif) di luar pengadilan.
Proses litigasi menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial yang belum
mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat
dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan
menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa. Sebaliknya, melalui
proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat “ win-win
solution” ,dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari kelambatan
yang diakibatkan karena hal proseduraldan administratif, menyelesaikan masalah
secara komprehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik. Akan
tetapi, di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat.
Satu-satunya kelebihan proses nonlitigasi ini sifat kerahasiaannya, karena
proses persidangan dan bahkan hasil keputusannya pun tidak dipublikasikan.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini umumnya dinamakan dengan Alternative Dispute
Resolution (ADR).
Ada yang
mengatakan kalau Alternative Dispute Resolution (ADR) ini merupakan
siklus gelombang ketiga penyelesaian sengketa bisnis. Penyelesaian sengketa
bisnis pada era globalisasi dengan ciri “moving quickly”, menuntut cara-cara
yang “informal procedure and be put in motion quickly” . Sejak
tahun 1980, di berbagai negara Alternative Dispute Resolution(ADR)
ini dikembangkan sebagai jalan terobosan alternatif atas kelemahan
penyelesaian litigasi dan arbitrase, mengakibatkan terkuras sumberdaya, dana,
waktu dan pikiran dan tenaga eksekutif, malahan menjerumuskan usaha ke arah
kehancuran. Atas dasar itulah dicarikan pilihan lainnya dalam menyelesaiakan
sengketa di luar proses litigasi.
SUMBER:
NAMA : HENDY WIRA SANJAYA
NPM : 28211422
KELAS : 2EB15