BAB 5
HUKUM PERJANJIAN
Dalam hukum asing dijumpai istilah overeenkomst (bahasa
Belanda), contract /agreement (bahasa Inggris), dan sebagainya yang merupakan
istilah yang dalam hukum kita dikenal sebagai ”kontrak” atau ”perjanjian”.
Umumnya dikatakan bahwa istilah-istilah tersebut memiliki pengertian yang sama,
sehingga tidak mengherankan apabila istilah tersebut digunakan secara
bergantian untuk menyebut sesuatu konstruksi hukum.
Istilah kontrak atau perjanjian dapat kita jumpai di dalam
KUHP, bahkan didalam ketentuan hukum tersebut dimuat pula pengertian kontrak
atau perjanjian. Disamping istilah tersebut, kitab undang-undang juga
menggunakan istilah perikatan, perutangan, namun pengertian dari istilah
tersebut tidak diberikan.
Pada pasal 1313 KUHP merumuskan pengertian perjanjian,
adalah : suatu perbuatan satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih.
Namun para ahli hukum mempunyai pendapat yang berbeda-beda
mengenai pengertian perjanjian, Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian
adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri
untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain
mengemukakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis. Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas
dan arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian
yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk
didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian
disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan
hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang
hukum perdata.
1.Standar Kontrak
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi 2 yaitu umum dan khusus.- Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
- Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
b. Menurut Remi Syahdeini, keabsahan berlakunya kontrak baru tidak perlu lagi dipersoalkan karena kontrak baru eksistensinya sudah merupakan kenyataan.
Kontrak baru lahir dari kebutuhan masyarakat. Dunia bisnis tidak dapat berlangsung dengan kontrak baru yang masih dipersoalkan.
Suatu kontrak harus berisi:
- Nama dan tanda tangan pihak-pihak yang membuat kontrak.
- Subjek dan jangka waktu kontrak
- Lingkup kontrak
- Dasar-dasar pelaksanaan kontrak
- Kewajiban dan tanggung jawab
- Pembatalan kontrak
2. MACAM-MACAM PERJANJIAN
1.
Perjanjian Jual-beli
Pengaturan tentang Jual beli sebagai perjanjian didapat pada Bab kelima, yang
pada Pasal 1457 KUHPerdata diartikan sebagai suatu persetujuan, dengan mana
pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan
pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Sedangkan menurut
Subekti, yang dimaksud dengan Perjanjian Jual Beli adalah suatu perjanjian
bertimbal balik dalam mana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli)
berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan
dari perolehan hak milik tersebut.
2.
Perjanjian Tukar Menukar
Pasal 1541 KUHPerdata menyatakan bahwa tukar menukar ialah suatu persetujuan
dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu
barang secara bertibal balik, sebagai gantinya barang lain.
Sebagaimana
dengan perjanjian jual beli, perjanjian ini juga bersifat konsensual dan sudah
mengikat pada saat tercapainya kata sepakat di antara para pihak. Dan juga
bersifat ”obligatoir”, dalam arti ia belum memindahkan hak milik, tetapi baru
sebatas memberikan hak dan kewajiban. Pada saat terjadinya levering lah baru
secara yuridis, ham milik berpindah.
Objek
tukar menukar, dalam KUHPerdata adalah semua yang dapat diperjual belikan, maka
dapat menjadi objek tukar menukar. Terhadap hal ini juga dalam KUH Perdata
menyatakan bahwa semua pengaturan tentang jual beli juga berlaku untuk
perjanjian tukar menukar.
Lebih
lanjut, ketentuan Pasal 1545 KUHPerdata mengatur tentang resiko yangberbunyi
”Jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar
kesalahan pemiliknya, maka persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang
dari pihaknya telah memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia
telah berikan dalam tukar menukar”.
3.
Perjanjian Sewa-Menyewa
Ketentuan
KUH Perdata yang mengatur tentang sewa menyewa dapat dilihat pada Pasal 1548
yang berbunyi:
”Sewa
menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya
untuk memberikan kepada yang lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yanag tersebut
terakhir itu disanggupi pembayarannya”.
Sebagaimana halnya dengan perjanjian lainnya, sewa menyewa adalah perjanjian
konsensual yang artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya
sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya yaitu barang dan harga.
Penyerahan
barang untuk dapat dinikmati oleh pihak penyewa diberikan oleh yang menyewakan,
dengan mana kewajiban penyewa adalah untuk membayar harga. Penyerahan barang
hanyalah untuk dipakai dan dinikmati.
4.
Perjanjian Persekutuan
Persekutuan
menurut Syahmin AK (2006:59) adalah merupakan bentuk perjanjian yang paling
sederhana dalam tujuan untuk mendapatkan keuntungan bersama. Dalam
pelaksanaannya, pada persekutuan akan terdapat beberapa perjanjian lainnya
yaitu perjanjian kerja, perjanjian batas waktu persekutuan, perjanjian sekutu
dengan pihak ketiga, perjanjian pembagian keuntungan, serta perjanjian –
perjanjian lainnya.
Perjanjian
persekutuan berbeda dengan perjanjian-perjanjian lainnya yang juga bertujuan
untuk mencari keuntungan bersama seperti Firma, maupun Perseroan Terbatas,
dikarenakan dalam persekutuan perjanjian hanya lah antara para pihak yang
mengikatkan dirinya dan tidak mempunyai pengaruh ke luar kepada pihak yang
lain. Begitu juga sebalikna, pihak ketiga tidak mempunyai kepentingan
bagaimana diaturnya kerjasama dalam persekutuan itu, karena para sekutu
bertanggungjawab secara pribadi atau perseorangan tentang hutang-hutang yang
mereka buat.
Tentang
pembagian keuntungan maupun bentuknya modal yang dimasukkan oleh masing-masing
sekutu adalah tidak ditentukan oleh Undang-undang, untuknya semua diserahkan
kepada mereka sendirinya untuk mengatur nya di dalam perjanjian persekutuannya.
Berakhirnya
persekutuan dapat terjadi karena: a) lewat waktu, b) musnahnya barang atau
telah diselesaikannya pekerjaan yang menjadi pokok persekutuan, c) atas
kehendak semata-mata dari seorang atau beberapa sekutu, dan d) jika sakah
seorang sekutu meninggal, atau ditaruh di bawah pengamouan dan atau dinyatakan
pailit.
5.
Perjanjian Perkumpulan
Perjanjian
Perkumpulan menurut perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bertujuan untuk
mencapai tujuan tertentu dengan tidak mencari keuntungan tertentu, dalam hal
mana kerja sama ini disusun dengan bentuk dan cara sebagaimana yang diatur
dalam “anggaran dasar” ataupun “statuten” nya.
6. Perjanjian Hibah
Perjanjian
Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah (pemberi hibah) pada
masa hidupnya, dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan
sesuat barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan
tersebut. Pengaturan atas hibah didapat pada Pasal 1666 sampai dengan 1693 KUH
Perdata.
Menelaah
dari pengertian tersebut di atas, dapat diketahui bahwa perjanjian adalah
bersifat sepihak, dikarenakan dalam perjanjian ini pihak penerima hibah tidak
perlu memberikan kontraprestasi sebagai imbalan kepada pihak penghibah.
Hibah
sebagaimana perjanjian lainnya adalah bersifat obligatoir, penyerahan hak milik
baru akan terjadi jika telah terlaksananya ”levering”, yang untuk barang tetap
dilakukan melalui akta notaris sedangkan untuk barang bergerak tidak diperlukan
formalitas ini, namun demi kepentingan para pihak sangat lah dianjurkan melalui
akta notaris, terutama jika benda nya bernilai tinggi.
Penting
juga untuk memperhatikan bahwa dalam pelaksanaan nya perjanjian hibah tetap
harus memperhatikan ketentuan serta tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum maupun kesusilaan.
7. Perjanjian Penitipan Barang
Perjanjian
Penitipan barang merupakan suatu perjanian riil yang baru akan terjadi apabila
seseorang telah menerima sesuatu barang dari seorang lain dengan syarat
bahwa ia akan menyimpannya dengan mengembalikanya dalam wujud asal. Dasar
hukumnya bisa dapati pada Pasal 1694 KUH Perdata.
Terdapat
dua macam penitipan barang, yaitu penitipan sejati yaitu yang dibuat dengan
Cuma-Cuma kecuali jika diperjanjikan sebaliknya dan terhadap barang bergerak,
dan yang kedua adalah penitipan sekestrasi. Yaitu perjanjian penitipan barang
dalam hal terjadinya perselisihan. Barangnya dapat berupa barang bergerak
maupun barang tetap, dan keberadaannya adalah pada pihak ketiga yang
mengikatkan dirinya untuk menyimpan barang tersebut dan akan
mengembalikannya kepada siapa yang dinyatakan berhak beserta hasil-hasilnya.
Penitipan bentuk ini dapat terjadi karena persetujuan para pihak ataupun karena
adanya putusan atau penetapan dari Pengadilan.
8. Perjanjian Pinjam-Pakai
Perjanjian
pinjam pakai adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu
barang kepada pihak yang lainnya untuk dipakai dengan Cuma-Cuma, dengan syarat
bahwa yang menerima barang ini setelah memakai atau setelah lewat waktu
tertentu akan mengembalikannya. Pengaturan umum bisa kita dapatkan pada Pasal
1794 KUH Perdata.
Perjanjian
pinjam pakai mensyaratkan pihak yang meminjam pakai untuk mengembalikan
barangnya dan memperlakukan barangnya sebagaimana bapak rumah yang baik . dan
terhadap objeknya ditentukan adalah setiap barang yang dapat dipakai oleh orang
dan mempunyai sifat tidak musnah karena pemakaian.
9.
Perjanjian Pinjam Meminjam
Perjanjian
pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu baran-barang yang menghabiskan
karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula. Ketentuan
umum terhadapnya dalapat kita lihat pada Pasal 1754 KUH Perdata.
Perjanjian
pinjam meminjam mensyaratkan bahwa pihak yang meminjamkan barang tidak boleh
meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu yang telah
ditentukan dalam perjanjian. Sedangkan si peminjam adalah berkewajiban untuk
mengembalikanya dalam bentuk dan jumlah serta mutu yang sama.
10. Perjanjian Untung-Untungan
Perjanjian
ini adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi
semua pihak, maupun bagi sementara pihak adalah bergantung pada suatu keadaan
yang belum tentu. Yang termasuk dalam perjanjian ini adalan perjanjian
pertanggungan, bunga cagak hidup dan perjudian dan pertaruhan.
Pasal
1774 KUH perdata mengatur tentang perjanjian untung-untungan yang menyatakan
bahwa suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak,
adalah bergantung kepada suatu keadaan yang belum tentu.
11. Perjanjian Penanggungan
Penanggungan
adalah perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si
berpiutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berhutang ketika
orang ini sendiri tidak memenuhinya. Ketentuan tentang penaggungan kita
dapatipada Pasal 1820 KUH Perdata.
Perjanjian
penanggungan memiliki ciri sebagai berikut (M. Yahya Harahap, ”Segi-segi Hukum
Perjanjian”, 1982: 315-316):
a.
Dilakukan dengan atau secara sukarela, dalam hal mana pihak ketiga tersebut
sama sekali tidak mempunyai urusan dan kepentingan apa-apa dalam perjanjian
yang dbuat oleh debitur dan kreditur.
b.
Ciri subsidair, yaitu dengan adanya pernyataan mengikatkan diri memenuhi
perjanjian dari pihak penjamin (borg). Hal ini akan terlihat dengan tiba nya
waktu perjanjian, jika debitor tidak memenuhi maka pihak penjamin dapat
dituntut oleh kreditur untuk memenuhinya.
c.
Ciri Assessor yaitu perjanjian penjaminan hanyalah perjanjian sampingan yang
melekat atau menempel pada perjanjian pokok yang dibuat oleh debitur dan
kreditur.
12. Perjanjian Perdamaian
Pasal
1851 KUH Perdata mengatur tentang perjanjian perdamaian, yang merupakan perjanjian
dengan mana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan
suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah
timbulnya suatu perkara.
Perjanjian
perdamaian harus dibuat dalam bentuk tertulis, apabila terjadi perdamaian
dibuat secara tidak tertulis adalah tidak sah.
Perjanjian
perdamaian adalah hanya terbatas pada apa yang termaktub dalam perjanjian
tersebut, oleh karena tu, setiap perdamaian hanya mengakhiri apa yang dimaksud
dalam perjanjian baik dirumskan secara khusus maupun umum.
13.
Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian
pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim
dalam hal mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan
barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan
selamat, sedangkan pengirim adalah mengikatkan diri untuk membayar uang
angkutan.
Objek
dari perjanjian pengangkutan adalah barang dan orang. Untuk pengangkutan
barang, biasanya ditandai dengan tanda bukti pengiriman barang berupa surat
angkutan dan sifatnya adalah wajib ada. Isinya denga tegas harus
mencantumkan tentang muatan yang diangkut serta bagaimana tanggung jawab dari
pengangkut. Dalam perkembangannya, perjanjian pengangkut dituangkan dalam suatu
kontrak standar yang klausula-klausula nya telah ditentukan secara sepihak oleh
pihak pengangkut, dan seringkali juga membatasi tanggung jawab pengangkut dalam
perjanjian tersebut.
Untuk
perjanjian pengangkutan orang adalah ditandai dengan diterbitkannya tanda bukti
berupa tiket atau karcis penumpang.
14. Perjanjian Kredit
Perjanjian ini adalah perjanjian penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara pihak bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, ibalan
atau pembagian keuntungan.
15. Perjanjian Pembiayaan Konsumen
yaitu perjanjian penyediaan dana bagi konsumen untuk pembelian barang yang
pembayarannya dilakukan secara angsuran.
16.
Perjanjian Kartu Kredit
yaitu perjanjian menerbitkan katu kredit yang dapat dimanfaatkan pemegangnya
untuk pembayaran barang dan jasa.
17.
Perjanjian Ke-Agen-an
Yaitu perjanjian dimana agen adalah perusahaan yang bertindak atas nama
prinsiple untuk kemudian menyalurkannya kepada konsumen dengan mendapatkan
komisi. Barang-barang adalah tetap menjadi milik nya si prinsiple.
18. Perjanjian Distributor
yang mana dalam perjanjian ini, distributor bertindak atas namanya sendiri ia
membeli suatu barang dari produsen dan menjualnya kembali kepada konsumen untuk
kepentingan sendiri.
19.
Perjanjian Sewa Guna Usaha (leasing)
Perrjanjian
sewa guna usaha (leasing) ini adalah perjanjian yang memberikan barang modal,
baik dilakukan secara sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating list) untuk
dipergunakan oleh leasee selama jangka waktu tertentu dengan pembayaran
berkala;
20. Perjanjian Anjak Piutang (factoring agreement)
yaitu
pembiayaan dalam bentuk pembelian dan pengalihan serta pengurusan piutang atau
tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi Perdagangan dalam dan
luar negeri;
21. Perjanjian Modal Ventura
yaitu perjanjian penyertaan modal usaha dalam suatu perusahaan mitra dalam
mencapai tujuan tertentu seperti pengembangan suatu penemuan baru, pengembangan
perusahaan awal yang kesulitan modal, pengembangan proyek penelitian dan
rekayasa serta berbagai pengembangan usaha dengan menggunakan teknologi.
3. SYARAT SAHNYA PERJANJIAN
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka
perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan
pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu perjanjian, yaitu :
A. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian,
yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan
mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh
disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu
pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
B. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia
secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada
walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat
suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang
berada dibawah pengampunan.
C. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu
yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi
perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas.
Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan
ada, sehingga tidak mengira-ngira.
D. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
4. SAAT LAHIRNYA PERJANJIAN
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti
penting bagi :
- kesempatan penarikan kembali penawaran;
- penentuan resiko;
- saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
- menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata
dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak
lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak
terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat
konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak
atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang
menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat
sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring)
antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran
(offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan
kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang
menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat
lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas
suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain
kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah
saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal
lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat
jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat
diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan
tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si
penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5. PEMBATALAN DAN PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian atau pun batal demi hukum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena:
- Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
- Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
- Terkait resolusi atau perintah pengadilan
- Terlibat hukum
- Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan atau wewenang dalam melaksankan perjanjian
Pelaksanaan perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338
ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan
perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus harus megindahkan norma-norma
kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual
beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang
telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh
diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
REFERENSI
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/pembatalan-dan-pelaksanaan-suatu-perjanjian/
NAMA : HENDY WIRA SANJAYA
NPM : 28211422
KELAS : 2EB15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar